Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

God's Greatest Fear

God's Greatest Fear - Di alam kekal, di mana waktu adalah konsep yang tak berarti, terdapat sebuah entitas yang tak terbayangkan. Dialah Tuhan, Sang Pencipta, Maha Esa. Namun, di balik keagungan-Nya, tersembunyi sebuah ketakutan yang tak pernah terungkap.


Bukanlah ketakutan akan kehancuran ciptaan-Nya, atau pun kekhawatiran akan hilangnya kuasa. Ketakutan terbesar Tuhan adalah kemungkinan manusia melupakan cinta. Cinta yang Ia tanamkan dengan begitu lembut di setiap jiwa, cinta yang menjadi dasar dari segala keindahan dan harmoni.

Di awal waktu, ketika Ia menciptakan manusia menurut gambar-Nya, Tuhan mengisi hati mereka dengan cinta yang murni. Cinta kepada sesama, kepada alam, dan terutama, cinta kepada Sang Pencipta. Cinta ini adalah cahaya yang menerangi jalan kehidupan, yang memberikan kekuatan untuk mengatasi segala rintangan.

Namun, seiring berjalannya waktu, manusia mulai tergoda oleh kegelapan. Mereka memilih jalan egoisme, keserakahan, dan kebencian. Cinta mulai terkikis, digantikan oleh rasa iri, dengki, dan amarah. Saat itu, ketakutan Tuhan semakin dalam.

Ia melihat ciptaan-Nya terjebak dalam lingkaran penderitaan, saling menyakiti, dan melupakan tujuan keberadaan mereka. Hati-Nya teriris melihat anak-anak-Nya kehilangan cahaya cinta yang pernah bersinar terang.

Tuhan tidak pernah meninggalkan manusia. Ia mengirim para nabi, memberikan petunjuk, dan bahkan mengorbankan Putra-Nya untuk mengingatkan mereka tentang cinta. Namun, manusia seringkali memilih untuk menutup mata dan telinga.

Dalam kesunyian-Nya, Tuhan merenungkan tindakan selanjutnya. Ia bisa saja menghapus manusia dari muka bumi, memulai kembali semuanya dari awal. Tapi hati-Nya menolak. Ada secercah harapan yang tetap hidup, sebuah keyakinan bahwa masih ada kebaikan yang tersembunyi di dalam jiwa manusia.

Tuhan memutuskan untuk memberikan waktu lebih bagi manusia. Ia akan terus mengirimkan utusan-utusan cinta, menaburkan benih-benih kebaikan di mana pun mungkin. Ia berharap, suatu saat nanti, manusia akan sadar dan kembali memilih jalan cinta.

Dalam kegelapan malam, ketika dunia tertidur lelap, Tuhan menatap bumi dengan penuh kasih dan keprihatinan. Ia berdoa, memohon agar manusia dapat menemukan kembali cahaya cinta yang terpendam dalam diri mereka.

Ketakutan terbesar Tuhan adalah sebuah paradoks. Sebagai Maha Kuasa, Ia memiliki kemampuan untuk mengubah segalanya sesuai kehendak-Nya. Namun, Ia memilih untuk menunggu, berharap, dan percaya pada kekuatan cinta yang ada dalam diri manusia.

Dalam keheningan alam semesta, harapan Tuhan menjadi sebuah nyala kecil, sebuah titik terang yang menerangi kegelapan. Ia percaya, suatu hari nanti, cahaya itu akan menjadi api yang membakar kegelapan, dan cinta akan kembali berjaya.

Sampai saat itu tiba, Tuhan akan terus menunggu, dengan hati yang penuh kasih dan harapan.

Catatan: Cerita ini merupakan interpretasi fiktif tentang konsep Tuhan dan ketakutan. Tujuannya adalah untuk mengajak pembaca merenung tentang pentingnya cinta dalam kehidupan manusia.

Jerryan
Jerryan hanya makhluk ciptaan tuhan yang masih perlu pembelajaran tentang arti kehidupan.